Thursday, March 22, 2012

HORMON SITOKININ

Sitokini Alami

Sitokinin merupakan senyawa dengan struktur yang menyerupai adenine (derivate adenine) yang mengawali (memacu) pembelahan sel dan memiliki fungsi yang mirip dengan kinetin. Kinetin merupakan sitokinin yang pertama kali ditemukan. Kinetin disebut juga sebagai sitokinin karena senyawa ini juga mampu memacu sitokinesis (pembelahan sel). Namun merupakan senyawa alami, kinetin ini tidak disintesis alami oleh tumbuhan oleh karena itu biasanya selalu mengandung sitokinin sintesis (diartikan bahwa hormon ini disintesisnya di tempat lain). Yang paling sering ditemukan pada tanaman dewasa ini dinamakan dengan zeatin yang diisolasi dari tanaman jagung (Arteca, 1996; Mauseth, 1991; Raven, 1992; Salisbury and Ross, 1992 dalam Author, tanpa tahun).
Sitokinin telah ditemukan pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi, sebagaimana yang ditemukan pada jamur, fungi, bakteri, dan juga pada RNA berbagai prokariot dan eukariot. Saat ini lebih dari 200 sitokinin alami dan sitokinin sintetik telah dikombinasikan. Konsentrasi sitokinin lebih tinggi pada daerah meristrematik dan dearah-daerah yang memiliki potensial pertumbuhan terus menerus seperti akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji (Arteca, 1996; Mauseth, 1991; Raven, 1992; Salisbury and Ross, 1992 dalam Author, Tanpa tahun).
Struktur dasar dari sitokinin (zeatin) adalah sebagai berikut:




 Sedangkan beberapa struktur sitokinin lain adalah:

 
Biosintesis Sitokinin

Sitokinin diekstrak dari material tanaman dengan alkohol 80%. Jaringan yang dibiakkan dan diekstrak berulang dengan pelarut selama beberapa jam. Ekstrak kemudian disentrifugasi dan dievaporasi dalam kondidi vakum dan residu keringnya dilarutkan di air. Ekstrak kasarnya dapat digunakan langsung untuk memperkirakan sitokinin dengan salah satu metode pengujian biologis. Kotoran yang masih tertinggal di ekstrak dapat dipindahkan melalui kromatrografi dengan kertas Whatman ataupun kromatografi lapis tipis. Hasil inilah yang kemudian dipakai untuk memperkirakan sitokinin. Dapat pula dilakukan dengan kromatografi gas atau spektrometri masa (Krishnamoorthy, 1981).
Menurut Krishnamoorthy (1981), sitokinin terbentuk di tanaman secara bebas atau sebagai komponen RNA duta khusus untuk asam amino, serin, dan tirosin. Zeatin yang aslinya dari jagung dapat pula diisolasi dari eksudat akar bunga matahari, daun begonia, dan filtrate kultur jamur Rhizopogon roseus. Tanaman juga mengandung ribosida zeatin. Contohnya:
·         Ribofuranosyl zeatin pada endosperm kelapa
·         Dihydrozeatin pada biji lupin kuning
·         Analog zeatin yang kehilangan 1 gugus OH (N6-isoprentenyl adenine/IPA) pada tRNA ragi, buncis, dan jagung.
·         Methylbutenylamino dari pathogen Corybacterium fascians
·         Agrobacterium tumefascians
·         Rhizobium japonicum
·         tRNA E. coli
Pada tumbuhan tingkat tinggi pembentukan sitokinin sangat banyak. Umumnya pada embrio endosperm dari perkembangan biji, meristem apeks, nodul akar, dan di beberapa daerah yang menunjukkan keberadaan sitokinin. Keberadaannya berkurang pada jaringan nenmeristematis yang sudah tua. Contoh keberadan sitokinin pada beberapa spesies tanaman:
Spesies Tanaman
Bagian Tanaman
Apel
Buah
Gingko biloba
Gametofit betina
Buncis
Biji
Bunga matahari
Eksudet akar
Tembakau
Jaringan kambium dan tumor
Tomat
Sari buah

            Secara singkat biosintesis sitokinin dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jaringan tumbuhan yang mengandung enzim isopentenil AMP à diubah menjadi isopentenil adenosine 5 fosfat  (isopentenyl AMP) à dihidrolisi oleh enzim fosfatase menjadi isopentenil adenosine à melepaskan gugus ribose menjadi isopentenil adenine (sitokinin) à mengelami oksidadi menjadi zeatin (sitokinin) à mengalami reduksi NADPH menjadi dihidrozeatin (sitokinin) (McGaw, 1995; Salisbury and Ross, 1992 dalam Author, Tanpa tahun). 

Transport Sitokinin

Secara sederhana sitokinin diangkut melalui xylem ke bagian pucuk tanaman. Namun demikian, floem merupakan jalan transport sitokinin yang lebih efektif  dibandingkan dengan xylem yang dipengaruhi oleh proses transpirasi. (Balqis, 2002:12). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Jameson dkk, 1987 dalam Salisbury and Ross, 1992) bahwa, pengangkutan berbagai jenis sitokinin pasti terjadi di dalam xylem. Namun, tabung tapis juga mengandung sitokinin. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika sehelai daun dewasa dipetik dari tumbuhan spesies tertentu dan dijaga kelembabannya, sitokinin bergerak ke pangkal tangkai daun dan tertimbun di situ. Pergerakan ini mungkin terjadi melalui floem, bukan melalui xylem, karena transpirasi sangat mendukung aliran xylem dari tangkai ke helai daun. Penimbunan sitokinin di tangkai menunjukkan bahwa helai daun dewasa dapat memasok sitokinin ke daun muda lainnya melalui floem, asalkan daun tersebut mampu mensintetis sitokinin atau menerimanya.
Selain itu, menurut Krishnamoorthy (1981), tidak seperti auksin dan giberelin, sitokinin ditranslokasikan sangat buruk pada jaringan hidup dari tanaman, hal ini dapat ditunjukkan dengan memberikan benzyl adenine 14C pada daun kacang. Bekas tetesan pemberian sitokinin pada daun ini tidak terlihat berpindah, namun tetap bertahan di tempat semula. Namun sitokinin terbawa secara pasif sepanjang jalur transpirasi xylem menuju bagian aerial dari tubuh tumbuhan. Akibatnya jajaran xylem pada beberapa tumbuhan menunjukkan konsentrasi tinggi untuk hormon ini. Namun pada segmen akar, petiole dan hipokotil telah menunjukkan bahwa pemberian kinetin bergerak pada floem dengan arah basipetal (ke kutub) perpindahan ini tergantung pada keberadaan auksin. Yang kedua jumlah yang dipindahkan sangat kecil yang tidak tampak mempengaruhi fisilogis secara signifikan.


Peran Hormon Sitokinin

Menurut Davies (1995); Mauseth (1991); Raven (1992); Salisbury and Ross, (1992) dalam Author (Tanpa tahun), beberapa efek fisiologis dari hormon sitokinin dapat disajikan sebagai berikut {penjelasan tiap poin diambil dari Balqis, (2002)}, namun pengaruhnya sangat bervariasi tergantung pada tipe sitokinin dan spesies tanaman:
  • Menstimulasi pembelahan sel. Penambagan sitokinin eksogen dapat memacu terjadinya pembelahan sel pada kultur jaringan tumbuhan bersama dengan kehadiran auksin. Peristiwa pembelahan sel terjadi secara endogen pada crown gall tumor. Kehadiran sitokinin dalam jaringan yang secara aktif melakukan pembelahan sel menunjukkan bahwa sitokinin secara alami melakukan fungsi untuk memacu terjadinya pembelahan sel.
 
  • Menstimulasi morfogenesis (inisisasi pucuk/pembentukan tunas) pada kultur jaringan. Sitokinin akan merangsang pembentukan pucuk pada kultur jaringan tumbuhan dan kalus. Pada limut, sitokinin akan memacu pertumbuhan tunas.
  • Menstimulasi pertumbuhan tunas lateral dan mengeluarkan dominansi apikal. Penggunaan sitokinin menyebabkan lepasnya suatu tunas lateral terhadap pengaruh dominansi apikal, sehinga tunas lateral tersebut dapat tumbuh menjadi suatu cabang baru.
  • Menstimulasi perluasan permukaan daun yang dihasilkan dari pembelahan sel. Hal ini terjadi dalam hubungannya dengan pemanjangan dan perbesaran sel. Perluasan permukaan pada daun merupakan suatu mekanisme yang secara keseluruhan terkait dengan perluasan pertumbuhan akar, seperti juga pertumbuhan batang, hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan akar.
  • Mungkin mempengaruhi pembukaan stomata pada beberapa spesies. Hal ini diteliti pada beberapa jenis tumbuhan, ternyata sitokinin berperan dalam membuka dan menutupnya stomata.
  • Mengawali perkembangan kloroplas. Pemberian sitokinin berperan penting terhadap pertambahan jumlah klorofil, dalam hal ini adalah dengan memacu etioplas untuk berubah menjadi kloroplas.
Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995), dijelaskan bahwa sitokinin berperan sebagai berikut:
  • Memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Pada penelitian Skoog dan kawannya dalam media kultur terlihat bahwa, jika sitokinin ditambahkan sitokenesis terpacu sekali. Terbukti dengan terbentuknya massa sel yang tak terspesialisasi, tak beraturan, dan poliploid yang disebut kalus.
  • Menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah penampung hara.
Hal ini dapat terlihat pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xilem meningkat selama masa pertumbuhan-cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat.
  • Memacu pertumbuhan kuncup samping tumbuhan dikotil
Jika sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak tumbuh karena kalah oleh pertumbuhan apeks tajuk yang terletak di atasnya, sering kuncup samping itu bisa tumbuh. Pada beberapa penelitian, perbandingan sitokinin dan auksin berperan penting untuk mengendalikan dominansi apikal; nisbah yang tinggi mendorong perkembangan kuncup dan nisbah yang rendah mendukung dominansi.
  • Memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil
Pada semua hasil percobaan dengan menggunakan kotiledon biji tumbuhan dikotil menunjukkan bahwa, sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel, tapi sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses pembelahan saja. Sehingga, keseluruhan pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak.
  • Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
Efek pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi selama beberapa jam sebelum diberi cahaya akan menghasilkan 2 efek utama yaitu:
1.      Memacu perkembangan etioplast menjadi kloroplast (khususnya dengan mendorong pembentukan grana)
2.      Meningkatkan laju pembentukan klorofil
Kedua efek tersebut muncul karena sitokinin mendorong terbentuknya protein tempat klorofil menempel. Diduga sitokinin endogen meningkatkan perkembangan kloroplas daun dengan cara yang sama. Kemampuan sitokinin dalam mengaktifkan sintesis protein yang mengikat klorofil a dan b berhubungan dengan mekanisme kerja sitokinin. 


Mekanisme Kerja/Biokimia Sitokinin

 Mekanisme kerja sitokinin dalam jaringan yang berbeda bergantung pada keadaan fisiologis. Keberadaan sitokinin sama dengan hormon yang lain yaitu terdapat dalam konsentrasi rendah (0.01- 1 µM). Pembentukan RNA dan enzim diduga karena adanya efek pemacuan oleh sitokinin. Sitokinin eksogen dapat meningkatkan pembelahan sel pada sintesis DNA tapi efek khususnya belum dapat diketahui.
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respon sitokinin yang terpenting. Fosket dkk (1977) menyimpulkan sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan dengan cara meningkatkan peralihan dari G2 (fase istirahat) ke mitosis. Hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein yang dibutuhkan untuk mitosis. Sintesis protein dapat ditingkatkan dengan cara memacu pembentukan RNA kurir (RNA yang mengkode sintesis protein tertentu).
Kajian terhadap pembelahan sel yang diaktifkan oleh sitokinin di meristem apikal diperoleh bukti bahwa benziladenin dapat mempersingkat laju berlangsungnya fase S dalam daur sel (dari G2 ke mitosis) dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein (Krishnamoorthy, 1981). Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis. Diduga protein tersebut memacu pembelahan sel secara langsung dengan cara mengendalikan sintesis DNA.

1 comment: