Lesson Study (LS) pada awalnya dimulai dengan pengkajian materi kurikulum (kyouzai kenkyuu) yang berfokus pada pengajaran matematika bagi guru-guru di Jepang. Kajian tersebut mendasarkan diri pada kurikulum matematika di U.S yang dirancang berbasis temuan-temuan penelitian unggul. Kajian tersebut melahirkan suatu perubahan paradigma tentang materi kurikulum dari ”memanjakan” menuju pada ”pemberdayaan” potensi siswa. Paradigma ”memanjakan” mengalami anomali, karena materi kurikulum sering tidak memperhatikan karakteristik siswa, sehingga substansi materi sering lepas konteks dan tidak relevan dengan kebutuhan siswa. Akibatnya, siswa kurang tertarik, pembelajaran menjadi tidak bermakna, siswa sering menyembunyikan ketidakmampuan. Hal ini terjadi sebagai akibat koreksi dan perhatian guru yang lemah terhadap potensi mereka. Sementara, paradigm ”pemberdayaan” bertolak dari potensi siswa yang mampu ”mengada”, sehingga materi kurikulum seyogyanya dikembangkan berbasis kebutuhan siswa, materi seyogyanya menyediakan model pedagogi yang mampu menampilkan aspek kemenarikan pembelajaran. Paradigma tersebut dapat berkembang jika pembelajaran dihasilkan dari kerja tim mulai dari perencanaan, pelaksanaan, diskusi, kolaborasi, dan refleksi secara berkesinambungan. Cara seperti ini melahirkan konsep Lesson Study (LS) Santyasa (2009).
Di Indonesia, studi pembelajaran (lesson study) pertama kali diperkanalkan oleh para tenaga ahli Japan international Cooperation Agency (JICA) dalam rangkian kegiatan follow-up program dari Indonesia Mathematics and Science Teaching Education Project (IMPSTEP) pada akhir tahun 2004. IMSTEP, merupakan program kerjasama teknis antara pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, dengan pemerintah Jepang melalui lembaga bantuan luar negeri JICA dalam upaya meningktakan mutu pendidikan matematika dan sains (MIPA) dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Program ini telah dilaksanakan mulai oktober 1998 sampai dengan September 2005. Mitra kerja dalam kegiatan kerja sama teknik ini meliputi FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI-Bandung), FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan FMIPA Universitas Negeri Malang (UM) (Syamsuri, 2008).
Berdasarkan pengalaman mengembangkan studi pembelajaran berbasis sekolah dalam program SISTEMS JICA di Kab. Pasuruan telah dan kemajuan yang telah tercapai bahagia kemajuan pada guru-guru dan juga siswa. Sebagai contoh, seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolahSMPN 2 Grati (Drs. Tahak) dan ketua Satgas untuk rumpun MIPA di SMPN 2 Grati (M. Mucchlis, S.Pd) bahwa sejak diadakan kegiatan SPBS guru-guru menjadi lebih kompak dan saling dukung. Ketika sedang membuat persiapan pembelajaran dia natar para guru saling membantu menyiapkan perangkat dan peralatan, termasuk emncari media pembelajaran di luar sekolah. Di sisi lain,murid-murid yang dibelajarkan pada saat buka menjadi terlihat sangat antusia. Hal ini antara lain, karena para guru lebih kreatif dalam menyiapkan strategi dan media pembelajran. Hal seperti ini diharapkan akan dilakukan di kelas-kelas yang lain walupun bukan dalam konteks buka atau sedang diamati oleh guru-guru lain (syamsuri, 2008).
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) dalam Sudrajat (2008) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin dalam Sudrajat (2008) mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
1.Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
2.Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
3.Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
4.Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
5.Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
6.Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.
Menurut Santyasa (2009) kegiatan Lesson Studyi dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Perencanaan (Plan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rancagan pembelajaran yang diyakini
mampu membelajarkan siswa secara efektif serta membangkitkan partisipasi siswa
dalam pembelajaran. Dalam perencanaan, guru secara kolaboratif berbagi ide menyusun rancangan pembelajaran untuk menghasilkan cara-cara pengorganisasian bahan ajar, proses pembelajaran, maupun penyiapan alat bantu pembelajaran. Sebelum diimplementasikan dalam kelas, rancangan pembelajaran yang telah disusun kemudian disimulasikan. Pada tahap ini ditetapkan prosedur pengamatan dan instrumen yang diperlukan dalam pengamatan.
2. Pelaksanaan (Do)
Tahap pelaksanaan LS bertujuan untuk mengimplementasikan rancangan
pembelajaran. Dalam proses pelaksanaan tersebut, salah satu guru berperan sebagai
pelaksana LS dan guru yang lain sebagai pengamat. Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan insturumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan. Pengamat tidak diperkenankan mengganggu proses pembelajaran.
3. Refleksi (See)
Tujuan refleksi adalah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajarn. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.
Menurut Santyasa (2009) LS dapat meningkatkan profesionalisme guru, maka pelaksanaan LS secara berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran sehari-hari. Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan produk belajar siswa. Dalam praktik pembelajaran, secara operasional LS dapat dilaksanakan melalui 6 (enam) tahapan, yaitu (1) membentuk kelompok LS, (2) mefokuskan LS, (3) Merencanakan Research Lesson (RL), (4) membelajarkan dan mengamati RL, (5) mendiskusikan dan menganalisis RL, dan (6) merefleksikan dan merencanakan kembali LS.
1. Membentuk Kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.
(a) Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati
pendidikan. Kriteria anggota adalah memiliki komitmen minat, dan kemauan untuk melakukan inovasi dan memperbaiki kualitas pendidikan.
(b) Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau
mengimplementasikan lesson study. Para anggota kelompok biasanya menyelenggarakan pertemuan rutin baik mingguan, bulanan, semesteran, maupun tahunan dalam tahun ajaran tertentu.
(c) Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan
beragam. Jadwal juga sangat berguna dalam mengatur semua tugas yang terkait dengan kegiatan anggota kelompok, termasuk tugas mengajar rutin.
(d) Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi.
2. Mefokuskan LS
Pada tahapan ini, ada tiga langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut.
(a) Menyepakati tema penelitian untuk lesson study. Tema penelitian dipilih dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas actual para siswa yang menjadi sasaran lesson study. Kesenjangan inilah yang dapat diangkat menjadi bahan tema penelitian.
(b) Memilih mata pelajaran untuk lesson study. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh guru.
(c) Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang menjadi dasar bagi topik belajar berikutnya, topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut.
3. Merencanakan Research Lesson (RL)
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan, sebagai berikut.
(a) Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada.
(b) Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk memandu siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul selama lesson study berlangsung. Rencana untuk memandu belajar itu merupakan suatu hal yang kompleks. Oleh sebab itu, akan sangat membantu jika diperhatikan elemennya dalam tiga daerah lingkaran yang terpusat, yaitu rencana research lesson yang terletak pada daerah pusat lingkaran, rencana unit (unit plan) yang berada pada ring lingkaran yang lebih luar, dan rencana pembelajaran menyeluruh yang berlokasi pada daerah ring lingkaran paling luar. Tiga Lingkaran Konsentris Rencana Memandu Belajar Dalam merencanakan research lesson secara efektif, dapat dilakukan dengan memikirkan jawaban dari dua buah pertanyaan berikut. Pertama, perubahanperubahan apa saja yang akan terjadi pada siswa selama pembelajaran berlangsung? Kedua, apa saja yang dapat dilakukan untuk membangkitkan memotivasi instrinsik siswa? Rencana research lesson ini biasa ditulis dalam suatu tabel yang memuat tiga atau empat kolom. Kolom-kolom tersebut memuat (a) pertanyaan, masalah, dan kegiatan yang harus dikemukakan oleh guru, (b) antisipasi jawaban-jawaban siswa, (c) jawaban-jawaban yang direncanakan guru untuk siswa, (d) butir-butir yang perlu dicatat selama pelajaran (atau “evaluasi”).
4. Membelajarkan dan mengamati research lesson
Research lesson yang telah direncanakan sudah dapat diimplemetasikan dan diamati. Salah satu guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang
sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat
berbagi tugas dan tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung, bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat dilakukan dengan menggunakan audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif.
5. Mendiskusikan dan menganalisis research lesson
Research lesson yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL, diskusi umum, komentator dari luar (opsional), dan ucapan terima kasih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan diskusi, adalah sebagai berikut.
(a) Diskusi dilaksanakan segera, pada hari yang sama.
(b) Pembelajar diberi kesempatan pertama mengemukakan kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran.
(c) Pembelajaran yang dilaksanakan merupakan milik pembelajaran semua anggota kelompok (pembelajaran “kita” bukan pembelajaran “saya”)
(d) Instruktur atau guru yang erencanakan pembelajaran perlu menceritakan alasannya dan menjelaskan perbedaan antara rencana dan apa yang telah terlaksana.
(e) Diskusi difokuskan pada data yang dikumpulkan oleh pengamat.
(f) Waktu diskusi digunakan secara efektif dan efisien.
6. Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung
dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya
perlu juga dipikirkan apa yang harus dilakukan kelompok lesson study. Pertanyaanpertanyaan berikut dapat digunakan untuk membantu guru dalam melakukan refleksi.
(a)Apakah yang berguna atau bernilai tentang lesson study yang dikerjakan
bersama?
(b) Apakah lesson study membimbing guru untuk berpikir dengan cara baru
tentang praktek pembelajaran sehari-hari?
(c) Apakah lesson study membantu mengembangkan pengetahuan guru tentang
mata pelajaran serta pengetahuan tentang belajar dan perkembangan siswa?
(d) Apakah lesson study menarik bagi semua guru?
(e) Apakah guru berkeja sama secara produktif dan sportif?
(f) Sudahkan guru membuat kemajuan terhadap tujuan lesson study secara
menyeluruh?
(g) Apakah semua anggota kelompok sudah merasa terlibat dan berguna?
(h) Apakah pihak yang bukan peserta merasa mendapat informasi dan terundang
dalam kegiatan lesson study?
Kelebihan dari metode ini adalah, peran guru yang dapat berubah-ubah: siapapun dapat berperan sebagai guru pengajar dalam satu waktu dan menjadi guru pengamat di lain waktu. Pergantian peran ini menciptakan rasa saling mengerti serta mendukung di antara guru dan secara efektif meningkatkan mutu proses belajar-mengajar. Bermacam-macam istilah yang digunakan untuk metode sejenis ini di berbagai sumber pustaka, misalnya:”action research“, “coaching“, dan “clinical supervision“. Dalam program ini, lesson study akan digunakan sebagai istilah umum untuk kegiatan yang berusaha untuk mengembangkan profesi guru.
Revolusi pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan Lesson Study telah menunjukkan hasil yang luar biasa. Indikator keberhasilannya itu dapat dilihat diantaranya :
1. Tumbuhnya semangat guru dalam mencari dan menerapkan berbagai metoda atau strategi pembelajaran. Hal ini dikarenakan setiap dilaksanakan implementasi Lesson Study, guru dituntut untuk memilih metoda atau strategi pembelajaran yang lain dari yang pernah dipakai dalam implementasi-implementasi sebelumnya.
2. Tumbuhnya prinsip kolegalitas diantara guru-guru mata pelajaran, khususnya yang sejenis. Hal ini ditunjukkan dengan semakin efektifnya kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Sebelumnya, kegiatan MGMP itu ,kalaupun ada, hanya terbatas bila menghadapi Ujian Nasional saja. Bahkan kegiatan MGMP pun biasanya diselenggarakan oleh sub rayon, bahkan rayon, yang tentu secara domisili kesulitan dijangkau oleh transportasi, terutama di sekolah-sekolah yang berada di pinggiran. Melalui kegiatan MGMP yang diselenggarakan di Base Camp, lebih mudah dijangkau oleh guru-guru anggota MGMP, sehingga silaturrahmi dan kolegalitas, sebagai ruh Lesson Study, dapat tercipta.
3. Dukungan moril dan materil dari pimpinan sekolah semakin kuat. Hal ini bisa dilihat pada setiap kegiatan Lesson Study melalui MGMP mendapat dukungan dari kepala sekolah. Bahkan hampir setiap kegiatan Lesson Study dihadiri langsung oleh kepala sekolah-kepala sekolah, khususnya dalam satu base camp. Tentunya, dengan dukungan yang besar dari pimpinan akan memberti motivasi bagi untuk mengikuti kegiatan MGMP. Tetapi sebaliknya, bila pimpinan sekolah tidak memberi motivasi, maka gurunya pun tidak akan semangat mengikuti kegiatan MGMP.
4. Guru mendapat banyak pencerahan, selain dari teman sejawat, juga dari para dosen pembimbing (fasilitator) yang setiap pertemuan selalu hadir untuk memberikan dukungan, baik ketika melakukan PLAN (perencanaan), DO (pelaksanaan/implementasi) dan SEE (refleksi). Dengan kehadiran para dosen tersebut, guru semakin banyak mendapat pencerahan serta termotivasi untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Hal ini tentu berbeda bila melalui kegiatan MGMP konvensional.
Prof. Masaako SATO, mengemukakan pendapatnya ketika Seminar Nasional “Exchange of Experiences on Best Practices of Lesson Study” di UPI Bandung bulan Juli yang lalu, bahwa agar kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) sukses, maka syaratnya adalah :
1. Seluruh guru harus memiliki persepsi yang sama dalam visi, konsep belajar dan strateginya, serta filosofi belajarnya.
2. Guru melaksanakan Lesson Study secara berkesinambungan dengan dipimpin oleh Kepala Sekolah
3. Kepala Sekolah memotivasi guru untuk dapat menjadi pemimpin dalam melaksanakan dan mengembangkan Lesson Study.
4. Mengambil fasilitator atau dosen untuk berdiskusi mengenai pembelajaran di kelas.
No comments:
Post a Comment